Kota
bogor…, ya sepintas kota itu mungkin kota yang penuh dengan angkot, kota yang
selalu diguyur hujan namun udaranya begitu asri dan teduh.
“kota bogor hujan lagi.., lagi lagi hujan lagi”
Terlihat segerombolan anak muda melantunkan lagu “kota bogor”
lagu yang sudah akrab ditelingaku.
Kali ini aku, anis, riko, supri, atri, tri, ayay, yani, jiwi,
dan monita akan berpetualang di kota itu. Ya.., kota bogor. Tapi kali ini
petualangan kami bersepuluh gag sama dengan petualangan petualangan reality
show di tipi. Hemm, misi kita kali ini menunaikan tugas yang sangat mulia dari
institusi pendidikan kami. Bukan untuk sekedar ajang jalan jalan, seru seruan,
piknik, atau keren kerenan. Tapi kali ini kami bersepuluh, tepatnya seratus mahasiswa
mendapat tugas untuk praktek di Rumah Sakit Jiwa Bogor Marjoeki Mahdi.
Imajinasi kami melambung tinggi membayangkan keadaan rs itu.
“way, kayaknya aku gag bakalan sanggup dines di rsj itu”
Gerutu dhedhe padaku, dengan tampang yang sedikit memelas dia
memelukku.
“kamu ini dhe, belum jadi kita dines disana udah pesimis aja.
Udah jalanin aja, kakak kakak sebelum kita aja bisa. Kenapa kita gag!”
Bahasaku kali ini sedikit menghibur, membangkitkan semangat
dhedhe. Padahal dalam hati ku, aku jauh lebih khawatir, dan jauh lebih cemas.
“sudah yuk kita siapin alat alat yang harus di bawa ke bogor”
Bergegas aku, dhedhe dan teman teman lainnya mempersiapkan
kebutuhan kita masing masing.
“ndut, bogor itu hujan terus. Belum tentu pakaian kita cepet
kering. Jadi aku saranin kita harus belanja cd yang banyak”
Ucap erik setengah menggebu.
“hahahaha.., boleh rik”
Setelah mempersipkan segala kebutuhan kami, siang hari tepat
pukul 14.00 kami meluncur kekota hujan itu.
Setelah 2 jam perjalanan akhirnya kami sampai di rsj itu.
“rumah sakit jiwa terbesar nomor dua di seluruh indonesia, dan rumah sakit ini
menjadi pusat rehabilitasi jiwa di Indonesia. Berdiri sejak jaman penjajahan
belanda, bangunannya sepintas terlihat tua, sepi, dan menyeramkan. Kondisi
disini contras dengan rs husada. Pasti disini pasiennya danger, dan asramanya
serem”
Berkali kali aku bergumam dalam hati, menerka nerka setiap
kondisi yang ada di rsj ini.
Usai sibuk dengan bayangan kelam rsj ini, kami berseratus
diajak mengelilingi rsj. Aku satu kelompok dengan sepuluh orang itu. Riko,
supri, yani, anis, monita, atri, ayay, tri, dan jiwi. Sibuk mengelilingi rsj
yang sangat luas dan lebar.
Kali ini kami di ajak berkeliling dengan bapak bambang pegawai
rsj disini. Dengan logat jawanya beliau memperkenalkan rsj dengan lancar.
“ya, ini ruang kresna wanita. Dimana ruangan ini dipakai untuk
pasien yang baru pertama kali masuk. Contohnya pasien yang baru di ambil di
pinggir jalan, langsung dimasukin ke ruangan ini. Pasien disini masih agresif,
suka mukul, meludahi, dan halusinasi disini cukup kuat. Jadi kalian hati hati
kalau dines disini”
Setelah mendengar penjelasan itu kami bersepuluh seketika
menciut, seperti kerupuk yang terkena air. Karena kali ini kami bersepuluh
dines di ruangan kresna. Nyali kami bersepuluh belum mencapai level perfect.
Yang sewaktu waktu mungkin kami lebih memilih angkat kaki ketimbang harus
dilempar kursi atau diludahi dengan pasien jiwa.
“sudahlah kalian ini, gag usah pasang tampang melas gitu. Mana
semangat kalian. Kita pasti bisa kok. Cuma saran ku kali ini, kalau kalian di
tinju, di ludahi, di lempar kursi atau sebagainya ya kalian bisa lempar,
ludahi, dan tinju balik. Hahha”
Ucap supri setengah gila.
“sini mendingan kamu aja deh yang kita lempar”
Seketika kami bersepuluh menjitak kepala supri dengan brutal.
Usai perkenalan dengan ruangan ruangan tempat kita dines, kali
ini kita akan diperkenalkan dengan asrama tempat kita singgah selama 2minggu.
“aku sih berharap semoga asrama disini jauh lebih baik dari
asrama husada. Amin ya tuhan”
Ucap yani polos.
“udah deh yani mendingan kamu tu gag usah terlalu ngarep dan
berhalusinasi, nanti lama lama ikutan gila kayak pasien disini. Kamu liat aja
rsj ini udah uzur, renta, gag mungkin asramanya bagus. Jadi terima aja deh”
Bantah tri sedikit kesal dan pasrah.
Yah, perlahan kami mulai melangkah, menuju asrama tempat kami
singgah.
“ya, ini asrama kalian. Wisma Shinta. Kamar mandi di dalem.
Inget ya, pesen saya disini kalian jangan berisik, gunakan pakaian yang sopan,
jaga kebersihan, dan jaga setiap ucapan. Dan kalian dilarang keras untuk keluar
setelah maghrib. Berbahaya. Karena disetiap sudut rsj ini tidak memiliki
penerangan yang cukup. Kalian harus sedia senter, karena sewaktu waktu lampu
bisa padam. Asrama disini tidak dipisahkan antara pria dan wanita, jadi
terserah kalian. Tanggung jawab ada ditangan masing masing”
Ucap pak bambang pada kami bersepuluh.
Aku terenyuh mendengarkan itu semua. Kekhawatiran ku mencuat
kepermukaan, bayang bayang ku tentang rsj ini kini perlahan lahan menjadi
nyata.
Seusai menuntun kami berkeliling, pak bambang mempersilahkan
kami menikmati fasilitas yang ada.
Dan secepat kilat kami bersepuluh mulai menyambar koper masing
masing Dan menuju kamar. Usai membereskan pakaian dan membersihkan kamar, kami
langsung meletakkan badan ke ranjang tempat peristirahatan.
Dinginnya angin
yang mulai membalut kulitku, membangkitkan aku dari lelapku. Sekilas Nampak
oleh ku tri, jiwi, anis, atri, ayay sudah bangun dan sibuk mempersiapkan diri
untuk dines. Aku mulai bergegas mandi dan ikut menyiapkan kebutuhanku.
“ay, airnya habis ya”
Teriak ku dalam kamar mandi
“ia way, dari jam 4 tadi airnya mati. Mendingan kamu numpang mandi
aja deh dikamar piyot”
Masih pagi begini air habis, dengan setengah kecewa aku
melangkah ke kamar piyot. Perlahan ku ketuk daun pintu kamar itu.
“piyot, numpang mandi ya, air di kamar mandi ku mati. Gag ada
air”
“ia udah, nanti antri setelah imel.”
“yot, parah ya disini. Air susah banget gimana jadinya nanti
kalo kita 2minggu disini, mungkin bisa gag mandi”
“iya makanya dari semalem kita udah nampung air buat
persediaan, kalau kalau airnya mati. Tadi juga banyak yang ngantri mandi
disini. Ya udah kamu cepet mandi way”
Seusai mandi, aku bergegas menuju kamar ku dan mempersiapkan
diri. Setelah itu baru breakfast bersama.
“subahanallah”
Anis terkejut menyaksikan menu sarapan pagi ini.
Seonggok nasi goreng, tanpa telur, tanpa kecap dan saus, gag
ada kerupuk, dan nasi goreng menu kami pagi ini sama sekali tidak ada rasanya.
Hambar di lidah. Dan itu lebih mirip dengan nasi putih yang di celup ke minyak
goreng.
Rasanya miris banget harus makan seperti itu. Tapi mau gag mau
ya harus makan. Kami bersepuluh dengan terpaksa menyantap makanan itu dengan
menahan rasa mual.
Derita pagi ini mungkin belum cukup sampai di ujung sini.
Setelah sarapan pagi kami bersepuluh menuju kresna wanita.
Sesampainya di ruangan itu kami langsung disambut dengan ci,
ci disana ada dua. Bu martina yang berlogat batak dan ibu putu identik dengan
kebaliannya. Setelah dijelaskan dengan berbagai macam prosedur yang harus kita
lakukan selama dines di ruangan itu, dan segala jenis peraturan peraturan, kami
langsung di suruh mengambil salah satu pasien.
Berbagai jenis pasien lengkap ada disini, pasien dengan isos,
hdr, rpk, halusinasi lengkap ada disini.
Kali ini pasien
ku bernama mimah, dengan dignosa halusinasi dan rpk.
Setelah pembagian pasien kami melesat ke pasien masing masing.
Nampaknya teman teman ku sudah ahli melakukan bhsp. Aku tersenyum kecut. Pasien
ku yang semula ku dekati, dia Cuma melirik. Lalu pergi. Tapi aku yakin suatu
saat nanti pasti dia mau ngobrol dan mengungkapkan perasaannya. Dan aku
bertekat untuk itu. Aku berdiri didekatnya dan memperkanalkan diri.
“hai, aku suster wayan yang akan merawat kamu selama dua
minggu ini. Nama kamu siapa?
Aku tersenyum sambil menyodorkan tangan ku
“oh, penting gitu buat gue tau siapa elo”
Jawab pasien itu sadis.
Subahanallah, nyali ku kembali menciut. Ini hari pertama ku
kenapa harus begini. Aku sempat berontak dalam hati.
“ok wayan, ini hari pertama masih ada 11 hari lagi. Semangat
semangat.”
Coba support diri sendiri dengan berbagai cara.
Gag jauh beda dengan teman ku yang lain. Mereka lebih parah.
Baru mendekat, kursi sudah melayang kemana mana. Ribuan air liur sudah
bersarang di baju. Subahanallah cobaan sekali ini. Beda sekali dengan
keperawatan kmb.
Tak henti hentinya kami bersepuluh mengeluh. Berontak dengan
keadaan yang masih sangat asing ini.
“bu, pasien saya gag mau di ajak komunikasi. Mereka lebih
senang dengan halusinasinya.”
Ucap ku pada bu putu.
“tolong ya, kalian disini baru beberapa hari. Saya tidak mau
mendengarkan keluhan kalian. Jadi kalian usaha sendiri gimana caranya pasien
itu mau diajak komunikasi. Kalau pasien itu langsung mau di ajak komunikasi
tentu mereka gag akan ada di rsj ini”
jawab bu putu sedikit membentak.
Nampaknya aku akan semakin resah dengan keadaan disini.
Kegalauanku sudah memuncak. Belum lagi aku harus mengerjakan askep dan laporan
harian yang mungkin bisa ku kerjakan hingga larut malam, belum lagi dengan
mimah pasienku, betapa sulitnya aku mendekati dia. Gerutu ku tak kunjung usai.
Setelah empat hari aku berada di tengah tengah belenggu rsj
itu, aku bertekat. Pokoknya hari ini mimah harus kudu wajib mau ngomong sama aku.
Dengan niat mulia aku membulatkan tekatku. Pagi ini sebisa mungkin aku
mendekati dia, dengan cara apapun itu.
“hai mimah lagi apa?”
Sapa ku ramah. Tapi tetap saja mimah tidak menghiraukan salam
ku. Aku tetap berusaha, mimah pasti mau ngomong dengan ku.
“mimah, boleh gag suster wayan duduk disamping mimah?”
“hey.., siapa kamu pergi pergi. Saya tidak suka dengan kehadiran anda!”
“hey.., siapa kamu pergi pergi. Saya tidak suka dengan kehadiran anda!”
Mimah terlihat marah, dan menggerutu dengan bahasa sunda nya.
Ya saat itu aku memang buta denga bahasa sunda, sama sekali aku gag ngerti
dengan ucapan mimah. Aku Cuma mampu bilang
“mimah, suster ente’ nyaho”
Ucapku saat itu.
“ente’ nyaho’ ente’ nyaho’.., suster gag usah belagu ya, kalau
gag bisa ngomong sunda mendingan gag usah ngomong. Mendingan diem aja”
Dengan nada tinggi mimah membentakku. Ya sama seperti semula,
nyaliku semakin menciut. Dengan agresif mimah menarik kerah baju ku dan
tangannya mulai melesat ke pipiku, seketika tangan ku menangkis tangan mimah.
Ya, alhasil. Mimah menangis sejadi jadinya.
“suster jahat. Saya gag suka sama suster”
Padahal maksud hati bukan begitu, aku hanya ingin melindungi
diri ku.
Semenjak kejadian itu aku mulai berhasil mendekati mimah, ia
sudah mau mengungkapkan perasaannya.
“ia suster saya jadi gila begini karena saja cerai dengan
suami saya, saya juga pernah kerja di arab selama 3 tahun tapi majikan saya
galak dan sering memukuli saya, saya akhirnya pulang ke Indonesia. Tak lama
dari itu anak saya yang saya sayangi meninggal dunia. Saya terpukul dengan
semua itu”
Keluh mimah padaku.
“mimah yang sabar ya. Disini banyak yang sayang sama mimah,
ada ibu, ada suster dan ada temen temen yang lain. Ini cobaan untuk mimah,
makanya mimah harus kuat. Oh ya mimah pernah denger suara suara gag?”
“ia suster aku sering denger suara. Kadang suara bapak saya
itu dateng di saat saya sendiri dan mengajak saya ngobrol. Saya suka kesal
suster dengan suara suara itu”
“nah kalau begitu, suster akan mengajarkan mimah untuk
mengusir suara suara itu kalau suara itu mulai datang, ikutin suster ia. Mula
mula tutup kedua telinga dan tutup mata mimah, lalu ucapkan saya tidak melihat,
saya tidak mendengar, pergi pergi kamu. Semua itu bohong, semua itu palsu”
Kali ini sp halusinasi ku lancar, akhirnya mimah mau juga
ngobrol.
Ya beberapa minggu mulai berlalu, kebiasaan yang tadinya
jarang kami alami, kini kami mulai terbiasa dengan kondisi itu. Bangun pagi
pagi karena harus mengantri mandi, kehabisan air dan sempat tidak melakukan
kebersihan diri, makanan yang sangat tidak bersahabat dengan lidah dan lambung,
dingin nya sang bayu, pakaian gag kering dan satu lagi padam nya lampu ketika kami
mulai sibuk mengerjakan tugas. Hanya sebatas lampu senter sebagai penerang
kami. Dari situ terbangun rasa kebersamaan yang begitu erat. “best friend
forever”
Di minggu terakhir kita dines, mimah mulai tenang dan mulai di
pindahkan ke ruang arimbi. Aku berpamitan dengan mimah.
“hari ini hari terakhir suster dines, mimah jaga diri baik
baik, lakukan apa yang sudah suster ajarkan. Suster pasti merindukan mimah”
Aku memeluk mimah dengan erat. Basah di bahuku, mimah terlihat
menangis.
“suster jangan pergi, nanti mimah sendiri, nanti mimah gag ada
temen ngobrol. Mimah sayang suster”
“ia suster tau. Tapi suster harus pulang, nanti kalau ada
rejeki pasti suster jengukin mimah”
“ia, janji ya suster. Ini buat suster”
Mimah memberiku setangakai bunga mawar merah. Terharu dengan
suasana itu.
Air mata ku dengan gemulai menetes dipipiku.
Sama hal nya dengan teman teman ku, kami beriringan berpamitan
dengan pasien pasien lain.
Titun, pasien kelolaan anis. Terlihat menangis tersedu karena
anis pulang
“suster jangan tinggalin titun. Titun ikut”
“gag boleh, mak titun disini aja, nanti kapan kapan pasti
suster jengukin”
Ucap anis setengah menangis. Anis memeluk titun. Suasana kali
ini sangat haru. Tiba menuju elah, elah adalah pasien kelolaan tri. Elah masuk
rsj karena ibunya meninggal, dan calon suaminya selingkuh dengan tetangganya.
Sampai detik ini elah masih sangat terpukul. Ketika sampai di kamar elah, elah
masih terbaring lemah. Nampak disampingnya sosok tua renta menemaninya sambil
menyuapi elah bubur kacang hijau.
“siang bapak, bapak ayahnya elah?”
“ia suster”
Jawab bapak itu sedikit gemetar. Kami bersepuluh terenyuh
menyaksikan keadaan ayah elah, jauh jauh dari kota bumi hanya berbekal 15000
rupiah dan beliau tidak makan dari pagi. dan ditemani dengan tas lusuhnya. ayah
elah menceritakan kondisi elah. Mendengar cerita beliau kami bersepuluh tak
sanggup, alhasil kami berderai air mata.
Elah yang kami nilai sosok yang menyebalkan, ternyata cobaanya jauh
lebih berat dari yang kami bayangkan. Ayahnya yang tua renta itu masih cukup
tegar dengan keadaan elah yang seperti ini.
Akhirnya kami
bersepuluh memohon pamit dengan semua pasien.
Diujung perpisahan kami diberikan kesempatan untuk persentasi.
yaps perfect, Kali ini persentasi kami jauh lebih sempurna.
“ok teman teman sekarang saran untuk rsj marjoeki mahdi kepada
mahasiswa akper husada dipersilahkan”
Ucap moderator di ujung mikrofon.
“ia pak terimakasih, saya didi. Selama saya dines disini,
kondisi pasien disini kurang diperhatikan. Mereka tidak memiliki sabun dan
perlengkapan kebutuhan dirinya, sehingga pasien disini terlihat lusuh, kutuan
dan tidak terawat. Jadi saya harap dari pihak rsj lebih memperhatikan itu. Dan
saya harap juga pasien tetap mendapat sp sesuai dengan keperawatan jiwa.
Sehingga pasien cepat sembuh. Untuk asrama fasilitas air dan catering harus
lebih di perhatikan. Penerangan disini juga harus lebih di tingkatkan. Baik itu
saja,terimakasih”
Usai dari acara
seminar kami menuju mobil masing masing.
Dan mulai meluncur lagi ke kota Jakarta yang panas dan macet.
Bogor, ya kali ini bogor jadi sebagian dari hidup ku, kota
penuh kenangan. dibalik derasnya hujan ini aku mulai meneropong jauh ke awang
awang. Hembusan angin mulai menerobos kain yang ku kenakan, perlahan air langit
mulai jatuh, menderaku dengan ribuan hantamannya yang lembut. Terpaku,
meneropong langit yang mulai gelap. Keyakinan ku di ufuk senja ini, aku tetap
bertahan. Aku yakin usai hujan ini pasti kan ada pelangi, yang mampu menjawab
semua keteguhanku, akan ada senyum di ufuk fajar setelah lelah ku menanti.
“ya itu
keyakinanku. Bogor good bye”
0 komentar:
Posting Komentar